BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Firqoh
Dalam Ilmu Kalam
Menyinggung sedikit tentang firqoh-firqoh
dalam ilmu kalam yaitu firqoh syi’ah,
khawarij, mu’tazilah, qodariyah, jabariyah, murji’ah dan terakhir ahlus sunnah.
Dalam bahasa firqoh atau
golongan ialah perbedaan pendapat dalam soal akidah (teologi) atau masalah-masalah ushuludiyah. Berbeda dengan mazhab, mazhab ialah perbedaan pendapat masalah-masalah hukum atau furu’iyah. Dari penjelasan tersebut
dapat kita ketahui perbedaan dari keduanya yaitu firqoh membahas mengenai tauhid
sedangkan mazhab membahas mengenai fiqih.[1]
2.2 Firqoh Khawarij
Khawarij adalah nama golongan yang diambil dari kata kerja bahasa
arab yaitu “kharaja” yang berarti
telah keluar. Dari kata tersebut, khawarij mempunyai arti mereka yang telah
keluar dari golongan Ali ra., padahal
sebelumnya mereka adalah sebagai pengikut golongan Ali ra. Ini disebabkan
karena setelah perang shiffin antara Ali dan Mu’awiyah yang diakhiri dengan
genjatan senjata untuk mengadakan perundingan antara kedua belah pihak, dan
khawarij merupakan golongan yang tidak setuju adanya genjatan senjata dan
perundingan tersebut. Akhirnya khawarij keluar dari golongan Ali dan akhirnya
menjadi penentang Ali dan Mu’awiyah.
Mereka juga menyebutkan dirinya dengan beberapa nama yaitu :
1. Golongan ”Syurah”
(pembeli)
Yang
berarti bahwa mereka membeli kehidupan diakhirat dengan kehidupan duniawi.
Maksudnya adalah mereka rela berkorban dirinya untuk kepentingan keridhoan
Allah SWT dan untuk kepentingan akhirat kelak , ini didasarkan pada surah
Al-Baqoroh ayat 207 dan An-Nisa’ ayat 74.
2. Golongan
”Harura”
Merupakan
sebuah nama tempat disungai Furat di dekat kota Riqqah. Ini disebabkan karena setelah
perang shiffin dan memisahkan diri dari golongan Ali ra mereka bertempat
tinggal disana, karena mereka tidak mau memasuki kota Kufah, disini mereka
memilih Abdullah Ibn Wahb al-Rasidi menjadi imam mereka sebagai penggati imam
Ali bin Abi Thalib. Akhirnya Abdur Rahman bin Muljam berhasil membunuh Ali pada
17 Ramdhan 40 / 24 Januari 661[2].
3. Golongan “Muhakkinah”
Yang
berarti orang-orang yang berpendapat bahwa tidak ada hukum selain hukum dari
Allah SWT[3]. Berasal semboyan mereka yang terkenal La
Hukma Illa Lillah ( tiada hukum kecuali hukum Allah) atau La Hakama Illa Allah
( tiada pembuat hukum kecuali Allah). Berdasarkan alasan inilah mereka menolak
keputusan Ali. Bagi mereka yang berhak memutuskan perkara hanyalah Allah SWT,
bukan abritase atau tahkim.
4. Golongan
“al- Mariqah”
Nama
ini di berikan oleh lawan-lawan mereka karena mereka dianggap keluar dari
agama. Sebagaimana digambarkan Rosulullah dalam sabdanya “ akan keluar dari
keturunan lelaki ini satu kelompok orang yang keluar dari agama seperti
keluarnya anak panah dari busurnya”
Pada masa jayanya
aliran ini mengalami perpecahan beberapa golongan, tetapi dalam pandangan
pokoknya pada pendirian yang sama yaitu :
a.
Ali,
Utsman dan orang-orang yang ikut serta dalam perang Jamal[4]
dan setuju dalam perundingan Ali dan Mu’awiyah dihukumi orang kafir
b.
Setiap
umat nabi Muhammad yang melakukan dosa besar dan sampai mati belum bertaubat
maka dihukumi kafir dan kekal di neraka. Namun terdapat firqoh dalam khawarij
yang menyebutkan dirinya golongan Najdah menyebutkan bahwa orang yang demikian
itu tidak dihukumi kafir mutlak hanya kafir terhadap Allah SWT.
c.
Khalifah
menurut mereka tidak harus dari keturunan Nabi dan quraisy
d.
Boleh
keluar dari negara tersebut bila pemimpinya berbuat dzolim atau khianat.
e.
Mereka
yang tidak mengamalkan ibadah dihukumi kafir. Iman itu bukan hanya membenarkan
dalam hati dan ikrar lisan saja melainkan amal ibadah menjadi bagian dari iman
Khawarij terpecah-pecah menjadi beberapa
golongan dari golongan yang ekstrim dan golongan yang moderat, diantaranya
yaitu :
A.
Golongan
Azariqoh
Pendapat mereka ialah bahwa orang-orang yang tidak sepaham dengan
Azariqoh dihukumi orang yang musyrik. Dan orang yang keluar dari golongan
Azariqoh juga dihukumi orang yang musyrik. Negara ataupun daerah yang
didalamnya terdapat orang selain golongan Azariqoh dihukumi negara atau daerah
kafir. Paham ini hampir sama dengan Al- Ajaridah.
B.
Golongan
Ibadiyah
Golongan ini berpendapat bahwa haram memakan dari makanan ahli
kitab, ini berlawanan dengan golongan islam lainnya yang membolehkan makan makanan
dari ahli kitab. Mereka juga mewajibkan mengqodlo’ puasa bagi orang yang
bermimpi disiang hari pada bulan Ramadhan. Mereka juga membolehkan tayamum
walaupun air banyak dan dapat memakai air. Semua
yang menentang hukum ini di hukumi kafir. Adapun pokok-pokok pikiran aliran ini
adalah ;
-
Orang
islam yang menentangnya bukan dihukumi musriyk juga bukan mukmin, mereka
menamakannya dengan kafir nikmat bukan kafir iktikad. Karena mereka mereka itu
tidak kufur kepada Allah tetapi bersalah disisi Allah ta’ala.
-
Menerima
kesaksian dari orang-orang yang menentang mereka, mengawininya dan
mewaris-warisinya.
-
Tidak
halal mengambil harta rampasan perang orang islam yang ikut
berperang kecuali kuda, senjata dan peralatan perang lainnya, tapi mereka
mengambalikan emas dna perak
-
Orang
yang mereka hukumi kafir maka darah mereka halal untuk di bunuh kecuali yang
berada di dalam gedung angkatan perang. Namun mereka tidak umumkannya, mereka
merahasiakan jika negeri orang yang menentangnya dan darah mereka haram[5].
C. Golongan Al – Muhakkimah
Golongan
ini dipandang sebagai golongan khawarij asli karena terdiri dari pengikut Ali
yang kemudian membangkang. Nama Al Muahkkimah berasal dari semboyan mereka
yaitu La Hukma Illa Lillah. Dalam golongan ini Ali, Muawiyah dan semua
orang yang menyetujui abitrase dituduh telah kafir karena telah menyimpang dari
ajaran islam, seperti yang tercantum dalam surah al- Maidah ayat 44. Mereka
juga menganggap kafir orang-orang yang berbuat dosa besar.
D. Golongan
As- Sufriyah
Pendapat
yang penting adalah istilah kufr atau kafir mengandung dua arti, yaitu kufr
al ni’mah (mengingkari nikmat Tuhan) kafir tidak berarti keluar dari islam
dan kufr bi Allah (mengingkari
Tuhan) taqiyyah [6]
hanya boleh dalam bentuk perkataan saja, tidak boleh dalam tindakan, terkecuali
untuk wanita diperbolehkan menikahi orang kafir dengan alasan untuk keamanannya
yang terancam.
E. Golongan An – Najjat
Paham
mereka bertentangan dengan al-Azariqah. Bagi an- Najjat dosa kecil dapat
meningkat menjadi dosa besar bila terus- menerus. Bagi mereka taqiyyah
diperbolehkan mengucapkan kata-kata atau melakukan tindakan yang bertentangan
dengan keyakinannya.
Dan berikut ini merupakan beberapa golongan khawarij yang dianggap
keluar dri islam (Radikal), seperti yang dikemukakan oleh Abdul Qahir sebagai
berikut :
a.
Golongan
Yazidiyah, pengikut yazid
Mereka beranggapan bahwa menghalalkan mengawini cucu perempuannya
sendiri dan cucu kemenaknnnya baik dari pihak laki-lakitaupun perempuan. Karena
Al-Quran tidak menyebutkan mereka sebagai orang yang haram dinikahi.
b.
Golongan
Maimuniyah
Mereka tidak mengakui surat Yusuf termasuk surat surat dalam
Al-Quran. Karena mereka menganggap surat Yusuf hanya sebagai dongeng belaka dn
tidak layak terdapat di kisah cinta dalam Al-Quran
c.
Golongan
Syabibiyah
Mereka beranggapan bahwa wanita boleh menjadi kepala negara dengan
syarat untuk kepentingan rakyat dan tidak bekerja sama dengan selain golongan
Syabibiyah
2.3 Firqoh Murji’ah
Sama halnya dengan khawarij,
murji’ah juga timbul dari permasalahan politik, sewaktu pusat pemerintahan
islam pindah ke Damaskus. Dan aliran ini timbul di Damaskus pada akhir abad
pertama hijriah. Dari bahasa murji’ah mempunyai arti menunda atau mengembalikan.
Menurut Al-Syahrastani kata murji’ah di ambil dari kata arja’a yang berarti
mengharapkan. Jadi murji’ah adalah golongan
atau mazhab yang mendahulukan iman lalu amal, menunda persoalan hingga
hari kiamat, dan bisa juga golongan yang mengharapkan agar dosa-dosa diampuni dan
ditukar dengan kebaikan oleh Tuhan. Pemimpin Murji’ah
ini adalah Hasan bin Bilal Al- Muzni, Abu Salat As Samman, Tsauban
Dliror bin Umar.
Munculnya Murji’ah pada saat ditengah-tengah
pertentangan antara Khawarij dan Syiah bertentangan dengan Muawiyah. Mereka
bersifat netral sehingga mereka tidak mau ikut campur dengan pertentangan yang
terjadi pada ketiga golongan tersebut[7].
Dikarenakan murjiah berarti menunda, golongan mereka tidak mau mengeluarkan
pendapat tentang siapa yang salah atau siapa yang benar dan menunda penyelesainya hingga hari kiamat.
Namun bagi murjiah golongan Ali dan Muawiyah masih dapat dipercaya. Kelompok
ini merupakan musuh besar golongan khawarij.
Paham Murji’ah diatas
dapat membawa suatu pemahaman bahwa yang adalah iman sedang perbuatan merupakan
soal lain. Iman cukup dalam hati saja dan perbuatan kurang esensial, yang
dimaksud adalah keyakinan yang ada dalam hati itulah yang penting dan apa yang
ada di hati manusia hanya tuhan yang mengetahuinya disamping dengan manusia
yang bersangkutan. Perbuatan menurut pendapat mereka tidak mempunyai pengaruh
terhadap keyakinan. Dan iman seseorang tidak dapat dirusakkan oleh dosa yang
dilakukannya. Sikap ini pada satu sisi akan membawa kepada tingkat fatalisme[8],
penundaan dan penyerahan urusan dosa besar kepada Allah semata membawa
implikasi jabariyah.
Setelah dari lapangan politik mereka kemudian
berpindah ke lapangann teologi yaitu persoalan dosa besar. Golongan ini mau
tidak mau memerhatiakan persoalan dosa besar yang ditimbulakn oleh khawarij.
Argumentasi yang mereka keuarkan dalam hal ini yaitu orang islam yang berbuat
dosa besar itu tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa nabi
Muhammad adalah rosul-Nya, dengan kata orang seperti itu tetap mengucapkan
kedua syahdat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang yang
berdosa besar menurut golongan ini tetap mukmin dan bukan kafir.[9]
Dalam golongan ini
terbagi menjadi 2 golongan besar yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim,
sebagai berikut :
1. Golongan murjiah moderat
Golongan ini berpendapat
bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka
tetapi akan dihukum sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada
kemungkinan bahwa tuhan akan mengampuni dosanya dan masuk surga. Yang termasuk
dalam golongan ini yaitu al-Hasan Ibn
Muhammad Ibn Ali Ibn Abi Thalib, Abu yusuf, Abu Hanifah dan beberapa ahli
hadist. Abu Hanifah dimasukkan dalam golongan murjiah karena pendapat Abu
Hanifah tentang pelaku dosa besar dan konsep iman tidak jauh berbeda dengan
kelompok murjiah moderat lainnya, pendapatnya mengenai teologi yaitu pelaku
dosa besar masih tetap mukmin, tetapi dosa yang diperbuatnya bukan berarti
tidak diampuni.
2. Golongan murjiah ekstrim
Golongan ini dipelopori
Jahm Ibn Shafwan, menurutnya orang islam yang percaya pada Tuhan kemudian
mengatakan kafir secara lisan belumlah menjadi kafir karena iman dan kufur
terletak dalam hati bukan dalam bagian lain dari tubuh manusia.[10]
Bahkan ada keterangan yang menyebutkan orang itu tidak menjadi kafir walaupun
ia menyembah berhala, menjalankan ajaran agama lain, menyembah salib dan
kemudian meninggal, orang orang itu bagi Allah tetap mukmin yang sempurna.
Menurut mereka iman itu terletak dalam hati hanya tuhan yang mengetahui,
timbullah dalam pendapat mereka bahwa dalam melakukan maksiat atau perbuatan
jahat tidak merusak iman. Jika seorang mati dalam keadaan beriman, dosa-dosa
dan pekerjaan jahat yang dilakukannya tidak akan merugikan orang tersebut. [11]
Aliran murjiah, baik
yang moderat maupun aliran ekstrim telah hilang dalam sejarah sebagai
golongan yang berdiri sendiri. Tetapi
ajaran yang di kemukakan golongan murji’ah moderat mengenai iman dan kufur
dapat juga dijumpai dalam aliran Asy’ariyyah atau ahli sunnah wal jamaah.
Adapun golongan murjiah ektrim juga telah hilang sebagai aliran atau golongan
yang berdiri sendiri, tetapi dalam praktek masih terdapat sebagian umat islam
yang menjalankan ajaran ajaran ekstrim itu, mungkin dengan tidak sadar bahwa
mereka sebenarnya dalam hal ini mengikuti ajaran-ajaran golongan murjiah
ekstrim.
Al – Syahrastani telah
mengemukakan pandangan- pandangan berbagai golongan murji’ah dalam pesoalan
iman dan kufr sebagai berikut :
A) Al – Yunusiyyah
Yang dipelopori oleh
Yunus ibn ‘Aun al- Namiri, berpendapat bahwa imana adalah ma’rifah kepada Allah
dengan menaatiNya, mencintai dengan sepenuh hati, meninggalkan takabbur.
Menurutnya iblis itu termasuk makhluk arif billah, namun karena ketakabburannya
kepada Allah sehingga dikatakan kafir.
B) Al – Ubaidiyyah
Yang dipelopori oleh
‘Ubaid al-Mukta’ib berpendapat bahwa selain perbuatan syirik akan diampuni
Allah SWT. Seseorang yang meninggal dunia dalam keadaan masih punya tauhid
tidak akan binasa oleh kejahatan dan dosa besar yang dilakukannya.
C) Al – Ghassaniyyah
Yang dipelopori oleh
Ghassan al-Kafi berpendapat bahwa iman adalah pengetahuan (ma’rifah kepada
Allah dan RosulNya, mengakui dengan lisan akan kebenaran yang diturunkan oleh
Allah )
2.4 JABBARIYAH
Secara bahasa, kata jabbariyyah berasal dari jabara yang berarti memaksa. Ali
Mudhafir mengartikan jabbara dengan Alzamahu fi fi’lih, berkewajiban dalam
pekerjaan. Bila dilihat kedudukannya sebagai ciptaan
Tuhan orang itu tidak mempunyai wewenang apa-apa. Ia berbuat hanya mengikuti
perintah Tuhan. Inilah yang disebut sikap jabr
(pasrah). Dalam aliran ini terdapat paham bahwa manusia mengerjakan
perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam
istilah inggris paham ini disebut fatalism
atau predestination.
Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh kada dan kadar
Tuhan.
Firqoh Jabariyah timbul bersamaan dengan
firqoh Qodariyah, dan tampaknya merupakan reaksi daripadanya. Daerah tempat
timbulnya juga tidak berjauhan. Qodariyah muncul di Irak, lalu Jabariyah muncul
di Persia. Ini muncul karena menentang kebiksanaan pemerintahan bani umaiyyah
mengenai masalah politik yang dianggap mereka kejam.
Jabbariyah disisi lain melihat kepada perbuatan Allah dan perbuatan
manusia. Dalam sejarah, aliran Jabbariyyah dimunculkan pertama sekali oleh Ja’d
ibn Dirham,[12]
dan dikembangkan oleh Jahm ibn Shafwan.[13]
Firqoh ini hampir sama dengan mu’tazilah dalam segi-segi tertentu menegnai
pendapatnya, misalnya tentang sifat Allah SWT, syurga dan neraka tidak kekal,
Allah SWT tidak dapat dilihat di akhirat kelak, Al-Qur’an itu makhluk dan lain sebagainya[14]
Jabbariyyah dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
Pemikiran yang ekstrim mengatakan bahwa manusia tidak menciptakan
perbuatannya. Perbuatan itu hanya kepada Allah. Manusia tidak mempunyai
perbuatan karena dia tidak mempunyai kemampuan (istitha’ah) untuk berbuat.[15]
Perbuatan yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia sama dengan gerak diciptakan
Tuhan dalam benda mati. Dengan demikian, perbuatan manusia tidaklah timbul dari
kemauan sendiri tetapi perbuatan itu dipaksa atas dirinya. Dalam faham ini
manusia hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang. Sebagaimana wayang
bergerak hanya karena digerakkan dalang, demikian manusia berbuat dan bergerak
karena digerakkan Tuhan. Termasuk
perbuatan mengerjakan kewajiban dan menerima pahala dan siksa.[16] Ajaran dan tokoh Jabbariyah Ekstrim adalah:
a.
Jahm
bin Safwan
Nama
lengkapnya adalah Abu Mahrus Jahm bin Safwan. Sebagai penganut paham Jabbariah
ekstrim, ia berhasil menyebarkan ajarannya sampai ke Tirmidz di Balk.
Pendapatnya tentang teologi adalah:
1.
Sifat
dan Dzat Allah
Allah
adalah dzat saja karena bukan sesuatu, karena itu Allah tidak memiliki sifat
yang dimiliki manusia. Tujuan Jahm dengan pendiriannya itu adalah untuk
menjauhkan Tuhan dari segala penyerupaan dari makhluk-makhluknya.
2.
Melihat
Allah
Jahm
menolak pendapat bahwa Allah dapat dilihat kelak dihari kiamat, ini karena
Allah bersifat Maujud. Berbeda dengan Ahli
Sunnah Wal Jamah yang berpendapat bahwa kelak dihari kiamat Allah dapat dilihat[17].
3.
Kehendak
dan Kemerdekaan manusia
Manusia
sebenarnya tidak memiliki kehendak dan pilihan. Dengan kata lain maka manusia
terpaksa. Keterpaksaan sendiri dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.
Manusia
tidak mamiliki kehendak, pilihan, dan kemampuan sama sekali.
b.
Manusia
masih memiliki andil dalam pekerjaan yang ia lakukan, sehingga ia tidak
terpaksa sepenuhnya[18] .
4.
Kehancuran
surga dan neraka
Manusia
akan kekal baik didalam surge maupun didalam neraka. Surga dan neraka akan fana
apabila semua calan penghuninya masuk ke dalamnya. Penghuni surga menikmati
kelezatan surge dan penghuni neraka akan merasakan kepedihan neraka.
5.
Iman
Menurut
Jahm orang tidak menjadi kafir hanya karena mengutarakan dengan lesan asalkan
sudah ma’rifah.[19]
Katanya iman tidak terdiri dari tashdiq, pwebuatan. Iman bentuknya sama, baik
iman para nabi maupun iman umatnya.
6.
Akal
sebagai ukuran baik dan buruk
Akal
manusia mampu membedakan antara yang baik dan buruk, meskipun tidak ada wahyu.
7.
Tentang
ayat-ayat Muthasyahbihat
Dalam
al-Quran dijumpai ayat-ayat dimana Allah menyebutkan sifat yang memiliki
pengertian sama dengan makhluknya, seperti “wajah, medengar, melihat”. Menurut
Jahm kata-kata tersebut harus diartikan secara majazi. Sedangkan kaum muslimin
mengartikan kata-kata itu dalam pengertian yang sebenarnya, yakni pengertian
Materi [20].
b.
Ja’ad bi Dirham
Ja’ad bin Dirham adalah seorang maulana Bani Hakim, ia tinggal di
Damaskus. Pada awalnya untuk mengajar di lingkungan pemerintah Bani Umayyah,
tetapi tampak pikirannya yang controversial, Bani Umayyah menolaknya. Kemudian
Ja’ad lari ke Kufa dan di sana ia bertemu dengan Jahm, serta mentransfer
pikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebarluaskan.
Doktrin
pokok Ja’ad secara umum adalah sama dengan Jahm, yakni:
a.
Allah
tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk.
b.
Manusia
terpaksa oleh allah dalam segala-galanya.
2.
Jabbariyyah Moderat
Jabbariyyah
moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan jahat maupun perbuatan
baik, tetapi manusia mempunyai peranan didalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam
diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud
dengan kasab (acquisition).[21]
Menurut paham kasab, manusia tidak majbur
(dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang
dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia itu memperoleh
perbuatan yang diciptakan Tuhan.[22]
Manusia telah mempunyai bagian dalam pewujudan perbuatan-perbuatannya, bagian
yang efektif dan bagian yang tidak efektif. Menurut paham ini Tuhan dan manusia
bekerja sama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia. Manusia tidak
semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatan-perbuatannya.
Tokoh paham
Jabbariyyah adalah:
a.
An-Najr
Nama
lengkapnya Husain Bin Muhammad An Najjar (wafat 230H). Pengikutnya disebut
dengan an-Najjariyah atau al-Husainiyah. Pendapat-pendapatnya adalah:
1.
Tuhan
menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau
peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
2.
Tuhan
tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, an-Najjar mengatakan bahwa Tuhan
dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia bisa
melihat Tuhan.
b.
Adh-Dhirar
Nama
lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya adalah:
1.
Pendapatnya
tentang perbuatan manusia sama dengan Husain bin Muhammad An-Najar, yakni
manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan oleh dalang.
2.
Mengenai
ma’rifat Tuhan di akhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di
akhirat melalui indera ke enam.
3.
Ia
juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad.
Hadist ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum[23]
Dalam QS. Al-Insan ([76]:30) mengandung paham Jabbariyyah yang
artinya:
“kamu tidak menghendaki, tetapi Allah yang menghendaki……”
Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan bahwa paham ini masih
terdapat dikalangan muslim meski pembawa dan penganjur paham ini sudah tiada.
Misalnya, paham Jabbariyyah moderat ini dijumpai dalam paham Asy’ariyyah.
Menurut kaum Jabbariyyah manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini terikat pada
kehendak mutlak Tuhan. Dan mayoritas kaum muslimin menolak paham ini karena
dapat menyebabkan orang menjadi pemalas, lali, dan menghapuskan tanggung jawab,
dengan mengemukakan ayat-ayat yang terang maksudnya , yang dengan ayat –ayat
tersebut Al-Quranul Karim menolak pendapat- pendapat yang dangkal dan naif[24].
2.5 QADARIYYAH
Qodariyah mula-mula timbul sekitar tahun 70 H/ 689 M, dipimpin oleh
Ma’bad al- Juhni al-Bisri dan Ja’ad bin
Dirham, pada masa pemerintahan khalifah Abdul malik bin Marwan (685-705 M).
Firqoh ini timbul sebagai isyarat menentang kebijaksanaan politik bani Umaiyah
yang mereka anggap kejam.
Kata Qadariyyah berasal dari qadara
yang berarti berkuasa. Maksud
berkuasa adalah mempunyai kekuasaan (qudrah). Tuhan disebut Qadir karena Dia mempunyai qudrah. Bani
Umayah yang dianggapnya kejam. Apabila Firqoh Jabbariyyah berpendapat bahwa
khalifah Bani Umayah membunuh orang, hal itu karena ditakdirkan oleh Allah SWT.
Hal ini berarti merupakan topeng kekejamannya,
maka furqoh Qodarriyyah mau membatasi qadar
tersebut. Dalam istilah inggrisnya faham ini dikenal dengan nama free will dan free act.[25]
Aliran Qadariyyah menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan
atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala
perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.
Karena itu, ia berk mendaatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga
berhak pula memperoleh hubungan atas kejahatan yang diperbuatnya. Dalam kaitan
ini, bila seorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak diakhirat dan
diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak diakhirat, semua itu
berdasarkan pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Maka tidak
pantas apabila manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan
bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Faham Qadarriyyah dibawa ke dalam kalangan oleh orang-orang islam
yang bukan bukan berasal dari Arab padang pasir, hal itu menimbulkan
kegoncangan dalam pemikiran mereka. Faham Qadariyyah di anggap bertentangan
dengan ajaran Islam. Adanya kegoncangan dan sikap menentang faham qadariyyah
ini terdapat dalam hadist, yang artinya:
“Kaum Qadariyyah merupakan majusi umat islam.”, dalam arti golongan
yang tersesat.
Dalam faham Qadariyyah, takdir itu adalah ketentuan Allah SWT yang
diciptakan-Nya untuk alam semesta beserta seluruh isinya, semenjak ajal, yaitu
hukum yang dalam istilah Al-Quran adalah
sunatullah.[26]
Aliran Qadariyyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat
menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin
ini mempunyai tempat pijakan dalam dokrin Islam sendiri. Pendapat ini didukung
dalam QS. Al-Khafi [18]:29 yang artinya:
“Katakanlah, kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau,
berimanlah dia, dan barang siapa yang ingin kafir biarlah ia kafir.”
Berkaitan dengan awal kemunculan Qadariyyah, para peneliti dibidang
teologi berbeda pendapat. Karena penganut Qadariyyah sangat banyak. Diantaranya
di Irak dengan bukti gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan Al-Bashri.
Sedangkan menurut Ali Sami’ bahwa ma’bad Al-juhari sebagian besar
hidupnya tinggal di Madinah, kemudian menjelang akhir hayatnya baru pindah ke
Basrah, dia adalah murid Abu Dzar al-Ghiffari, musuh Usman dan Bani Umaiyah.
Sementara Ghailan adalah seorang Murji’ah yang pernah berguru kepada Hasan ibn
Muhammad ibn Hanafiyah.[27]
Faham Qadariyyah mendapat tantangan dari umat Islam ketika itu. Ada
dua hal yang menjadikan terjadinya reaksi keras, antara lain:
a.
Di lihat
dari segi historis, masyarakat sebelum islam kelihatannya dipengaruhi oleh
paham jabbariyyah. Bangsa Arab yang saat itu bersifat sederhanadan jauh dari
pengetahuan terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang pasir,
dengan panasnya yang terik serta tanah dan gugnungnya yang gundul. Dalam
suasana yang demikian mereka tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan
sekeliling mereka selaras dengan
keinginan sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari
mereka banyak tergantung pada kehendak natur/alam. Hal ini membawa
mereka pada faham fatalistic.[28]
b.
Tantangan
dari pemerintah ketika itu. Tantangan ini sangat mungkin terjadi karena para
pejabat pemerintah menganut paham jabbariyyah. Ada kemungkinan juga pejabat
pemerintah menganggap paham Qadariyyah sebagai suatu usaha untuk menyebarkan
faham dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik
kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai, dan bahkan dapat
menggulingkan mereka dari tahta kerajaan.[29]
2.5.1 Tokoh dan ajaran Qadariyah
a.
Ajaran
Ma’bad al-Juhani
Perbuatan manusia diciptakan atas kehendaknya sendiri oleh karena
itu ia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Tuhan tidak ikut berperan
dalam perbuatan manusia, bahkan Tuhan tidak tahu sebelumnya apa yang akan dilakukan
oleh manusia, kecuali setelah perbuatan itu dilakukan baru Tuhan mengetahuinya.
b.
Ajaran
Ghailan al-Dimasqi
1.
Manusia
menentukan perbuatannya dengan kemauan dan mampu berbuat baik dan buruk tanpa
ikut campur Tuhan. Iman ialah mengetahui dan mengakui Allah dan RasulNya,
sedangkan amal perbuatan tidak mempengarui iman.
2.
Al-Quran
itu makhluk.
3.
Allah
tidak memiliki sifat.
4.
Iman
adalah hak semua orang semua orang, bukan dominasy Quraisy, asal cakap dan
berpegang teguh pada al-Quran dan al-Sunnah[30].
Paham takdir, menurut Qadariyyah takdir adalah ketentuan Allah yang
diciptakanNya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu
hukum yang dalam Al-Quran adalah sunnatullah.
Keyakinan tauhid
tanpa penalaran bukan termauk iman. Maksudnya, bahwa pengetahuan awal yaitu
mengenal Allah, bersifat obligatoris, maksudnya alamiah. Salah
seorang pemuka qadariyyah yang lain, adalah
An-Nazzam, mengemukakan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan
tindakan tanpa campur tangan Tuhan
BAB III
KESIMPULAN
Dalam
ilmu kalam terbagi beberapa firqoh yang dimana firqoh tersebut memiliki ajaran
ajaran tersendiri dan keyakinan tersendiri. Ini disebabkan adanya perbedaan
pendapat dan pemikiran pemikiran. Dan karena adanya perpedaan itu maka disebut
firqoh atau golongan.
Disini
dalam makalah ini penulis membahas empat firqoh yaitu khawarij, murji’ah,
jabariyah dan qodariyah. Keempat tersebut memiliki ajaran yang berbeda-beda,
diantaranya :
v Firqoh Khawarij : merupakan golongan yang
keluar dari golongan Ali, menentang golongan Ali dan Muawiyyah. Ajaran mereka
adalah mereka yang melakukan dosa baik besar maupun kecil mereka dihukumi
kafir, dan yang berhak mendudukuki jabatan khalifah itu bukan hanya orang orang
kafir.
v Firqoh Murji’ah :merupakan golongan yang
timbul pada saat terjadinya pertikaian anatara Ali, khawarij dengan golongan
muawiyyah, golongan ini bersifat netral tidak memihak salah satu golongan ini.
Ajaran mereka yaitu orang yang melakukan dosa baik besar maupun kecil tidak dihukumi kafir tidak juga mukmin
melainkan dikembalikan kepada Allah SWT
pada hari kiamat
v Firqoh Jabariyah : merupakan golongan yang
timbul bersamaan dengan firqoh Qodariyyah yaitu timbul karena menentang
kebijakan politik bani umayyah yang dianggap kejam. Ajaran mereka yaitu apapun
yang dilakukan manusia baik dan buruk adalah terpaksa karena semua yang
mengatur apa yang dilakukan manusia hanyalah Allah SWT. Jadi mansia tidak tahu
apa-apa.
v Firqoh Qodariyah : sama halnya dengan
firqoh Jabariyah timbulnya golongan ini karena peretentangan terhadap kebijakan
bani umayah yang sangat kejam. Ajaran mereka yaitu Allah itu adil maka Allah
SWT akan menghukum orang orang yang berbuat jahat dan memberi kebaikan kepada
orang –orang yang berbuat baik. Manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri
dan memilih perbuatan yang baik ataupun buruk. Jika Allah menentukan terlebih
dahulu nasib kita maka Allah itu dzalim.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam. Jakarta : UI Press.
M. Fil. I, Rochimah, Rohman, A, Drs. H. 2011. Ilmu Kalam.
Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press.
M. Pd. I, Nasir, Sahilun A., Prof. Dr. K. H. 2010. Pemikir Kalam.
Jakarta : PT. Raja Grafindo.
Lc, Syukur, M. Asywadie, Drs. H. 1990. Pengantar Ilmu Fiqih dan Ushul
Fiqih. Surabaya : PT Bina Ilmu.
M, Afrizal. 2006. Ibn Rusyd. Jakarta
: Erlangga.
Abdul Mu’in, M Taib Thahir. 1986. Ilmu Kalam. Jakarta : Widjaya
Jakarta
Rozak, Abdul. 2001. Ilmu Kalam. Bandung : Pustaka Setia
[1] Teologi islam hal 71
[3] Pemikiran Kalam hal 123-125
[4] Perang antara Aisyah, Thalhah dan Zubair melawan Ali bin Abi Thalib
[12] ibn Rusyid, Manahij, hal.87.
[13] Al-‘Iraqi, Manhaj, hal.206.
[15] ibn Sina, al-Najah fi al-Hikmah
al-Manthiqiyyah, (Kairo: Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1938), hal.224-225.
[16] Al-Iraqi, Manhaj, hal.215.
[17] .Ali Sami’ Nasyr, Nasy’ah al-Fikr al-Falsafi Fi
al-Islam jilid I (Mesir
: Dar al-Maarif, t.t),hal.341.
[18] Ibid, hal.343.
[19] Ahmad Amin: Fajrul Islam, hal. 343
[20] Ibid, hal.349.
[22] Harun Nasution, Encyclopedy
Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1992, hal.522.
[25] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran
Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Pres, 1986), hal.31.
[26] Yusuf, op.cit, hal.25.
[27]Ali Sami’ Nasyr, Nasy’ah al-Fikr
al-Falsafi fi al-islam jilid I, (Kairo: Dar al- Ma’arif, 1997), hal. 317
[28] Harun Nasution, Teologi Islam, hal.32.
[29] Abdul Razak dan Rosihah Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV.Pustaka
Setia,2009),73
[30] Ali Musthafa al-Ghurabi, Tariqh al-Firaq al-Islamiyah (Mesir:
Maktabah wa Mathba’ah Muhammad Ali Shabih wa Auladi,t.t), hal.34-35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar