Sabtu, 17 Maret 2012

Akidah Islam


BAB I

PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Islam mempunyai konsep keseimbangan dalam segala hal. Ia tidak melupakan dunia untuk meraih akhirat, dan tidak melupakan akhirat untuk meraih dunia. Islam memandang kehidupan manusia sebagai unit integral yang mencakup berbagai hal. Islam memperhatikan masalah perang sebagaimana ia memperhatikan masalah damai. Di samping itu Islam juga memperhatikan masalah kenegaraan sebagaimana ia memperhatikan masalah rukun-rukun islam dan akidah.
Sedangkan akidah sendiri harus dipelajari sampai kepada pokok dan cabang-cabangnya. Apalagi kita sebagai orang yang bernotaben islam maka kita harus bersikap (berkeyakinan) terhadap agama Islam dan mempelajari secara utuh terhadap pokok dan cabang-cabangnya.
Apalagi di dalam dinamika negara kita yang dalam bidang akidahnya perlu diperbaiki, sebab pada masyarakat saat ini banyak salah penafsiran atas pokok-pokok akidah di dalam penafsiran dan juga penerapan dalam perbuatannya. Apalagi sekarang banyak tumbuh para filusuf yang dalam menafsirkan hal tersebut banyak menggunakan rasio mereka, tetapi kalau kita kembalikan kepada Al-Qur’an dan As-sunnah, maka semua tidaklah mengandung makna sama sekali. Sebab semua yang berkaitan dengan Zat-Zat Allah, proses penciptaan alam ataupun sejenisnya, maka kita akan sadar sesungguhnya akal fikiran kita tidak mampu dalam memikirkannya.
Karena sesungguhnya masalah yang demikian itu hanya Allah SWT saja yang tau dan kita sebagai manusia biasa tidak diberi kebijakan untuk memikirkan semua hal yang berkaitan dengan itu, terutama dalam proses penciptaan alam ini.  

B.   Rumusan Masalah
1.     Apa pengertian akidah dan pokok-pokok akidah ?
2.     Apa saja klasifikasi sifat-sifat allah sesuai dengan dzatnya ?
3.     Apa pengetian tauhid berdasarkan para ulama’ dan juga pembagiannya?
4.     Ada berapa pembagian syahadat itu menurut jumhurul Ulama’?
5.     Bagaimana proses penciptaan alam berdasarkan Al-Qur’an?














BAB II
PEMBAHASAN
A.   Akidah Islam
Akidah dalam bahasa Arab berasal dari kata aqada, ya’qidu, aqdan yang artinya simpul, ikatan, atau perjanjian. Yang mana kalau dijabarkan mempunyai arti suatu keyakinan di mana di dalamnya berisi suatu hal-hal mengenai pandangan agama secara kuat dan sulit untuk dipatahkan.
Sedangkan Islam itu sendiri adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dan ia adalah agama yang berintikan keimanan dan perbuatan (amal).[1]
Keimanan itu merupakan akidah dan pokok, yang di atasnya berdiri syari’at Islam. Kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya.
Keimanan dan perbuatan, atau dengan kata lain akidah dan syari’at. Keduanya itu antara satu dengan yang lain sambung-menyambung, hubung-menghubungi dan dapat berpisah yang satu dengan yang lainnya. Keduanya adalah sebagai buah dengan pohonnya, sebagai musabbab dengan sebabnya atau sebagai natijah (hasil) dengan mukaddimahnya (pendahuluannya).
Perbuatan itu merupakan syari’at dan cabang-cabang yang dianggap sebagai buah yang keluar dari keimanan serta akidah itu. Adapun pokok dan cabang dari akidah di antaranya :
1.      Zat Allah dan sifat-sifat
2.      Makna syahadat dan pembagiannya
3.      Tauhid dan pembagiannya
4.      Alam dan proses penciptaannya
5.      Al-Qur’an dan kitab-kitabNya
6.      Malikat, roh, dan jin
7.      Eskatalogi, dan bentuk-bentuknya
Tapi di makalah ini kami cuma menjelaskan poin 1-4. Untuk poin selanjutnya akan dijelaskan di makalah yang selanjutnya.
a.      Zat Allah dan Sifat-sifatNya
Sifat Wajib
Arti
Sifat
Sifat Mustahil
Arti
Wujud
Ada
Nafsiah
Adam
Tiada
Qidam
Dahulu
Salbiah
Huduts
Baru
Baqa
Kekal
Salbiah
Fana
Berubah-ubah (akan binasa)
Mukhalafatuhu lilhawadith
Tidak meyerupai sesuatu
Salbiah
Mumathalatuhu lilhawadith
Menyerupai sesuatu
Qiyamuhu binafsih
Berdiri-Nya dengan sendiri
Salbiah
Qiamuhu bighairih
Berdiri-Nya dengan yang lain
Wahdaniyat
Esa (satu)
Salbiah
Ta'addud
Lebih dari satu (berbilang)
Qudrat
Kuasa
Ma'ani
Ajzun
Lemah
Iradat
Berkehendak (berkemauan)
Ma'ani
Karahah
Tidak berkemauan (terpaksa)
Ilmun
Mengetahui
Ma'ani
Jahlun
Bodoh
Hayat
Hidup
Ma'ani
Al-Maut
Mati
Sam'un
Mendengar
Ma'ani
Sami
Tuli
Basar
Melihat
Ma'ani
Al-Umyu
Buta
Kalam
Berbicara
Ma'ani
Al-Bukmu
Bisu
Kaunuhu qaadiran
Keadaan-Nya yang berkuasa
Ma'nawiyah
Kaunuhu ajizan
Keadaan-Nya yang lemah
Kaunuhu muriidan
Keadaan-Nya yang berkehendak menentukan
Ma'nawiyah
Kaunuhu mukrahan
Keadaan-Nya yang tidak menentukan (terpaksa)
Kaunuhu 'aliman
Keadaan-Nya yang mengetahui
Ma'nawiyah
Kaunuhu jahilan
Keadaan-Nya yang bodoh
Kaunuhu hayyan
Keadaan-Nya yang hidup
Ma'nawiyah
Kaunuhu mayitan
Keadaan-Nya yang mati
Kaunuhu sami'an
Keadaan-Nya yang mendengar
Ma'nawiyah
Kaunuhu ashamma
Keadaan-Nya yang tuli
Kaunuhu bashiiran
Keadaan-Nya yang melihat
Ma'nawiyah
Kaunuhu a'maa
Keadaan-Nya yang buta
Kaunuhu mutakalliman
Keadaan-Nya yang berbicara
Ma'nawiyah
Kaunuhu abkam
Keadaan-Nya yang bisu

Di dalam mempelajari sifat dua puluh yang wajib bagi Allah, kita menghadapi beberapa istilah yang tertulis di sebagian kitab-kitab Tauhid, istilah-istilah ini adalah kategori sifat-sifat dua puluh yang telah  dijelaskan oleh para ulama, dari dua puluh sifat Allah yang wajib, sesuai dengan tabel di atas dapat  digolongkan menjadi  empat kategori, yakni ( 1 ) Sifat Nafsiyyah, ( 2 ) Sifat Salbiyyah ( 3 ) Sifat Ma`ani ( 4 ) Sifat Maknawiyyah.
I - Sifat Nafsiyyah
            adalah : Sifat yang menetetapkan adanya Allah dan menunjukkan kepada DzatNya Allah  tanpa ada sesuatu tambahan pada Dzat.
Maksud sifat yang tetap adalah : Adanya sifat tersebut pada Dzat Allah yang menunjukkan Allah itu ada, bukan seperti sifat salbiyah, sebab sifat salbiyyah tidak tetap pada Dzat, tetapi hanya menolak sifat-sifat yang tidak patut dan layak  kepada Dzatnya Allah SWT.  Dan maksud tanpa ada sesuatu tambahan pada Dzat adalah : Sifat Nafsiyyah ini bukanlah tambahan pada Dzat, Sifat Nafsiyyah tidak seperti sifat Ma`ani yang mana sifat Ma`ani tambahan dari DzatNya.
Adapun sifat Nafsiyyah adalah sifat WujudNya AllahSWT, dengan maksud bahwa wujudnya Allah itu adalah tetap pada DzatNya Allah dan bukan tambahan dari Dzat. Maka wajib bagi Allah bersifat Wujud, mustahil Allah bersifat  tidak ada (Adam).

Sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam S. A’rof ayat 54 yang artinya :
”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia beristawa di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.
Sifat wajib Allah yang masuk kategori sifat ini yakni cuma satu sifat, yaitu sifat  Wujudnya Allah. Yang berarti bahwa itu ada. Maka mustahil jika Allah memiliki sifat adam (tidak ada).
II. Sifat Salbiyyah[2]
Adapun yang termasuk dalam golongan sifat-sifat salbiah yaitu :
1.Qidam
Sifat Qidam menolak adanya permulaan bagi Allah SWT. dengan kata lain, bahwa Allah SWT adalah Maha Awwal yakni Maha Dahulu (Qidam). Arti dari keMaha Awwalannya ini ialah bahwa Allah SWT adalah tidak ada permulaan bagi wujudNya. Jadi wujud atau adanya Allah Ta’ala itu tidak pernah didahului oleh ketiadaan sebelumnya.
Sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam S. Hadid ayat 3 yang artinya:
“ Dia (Allah) adalah Maha Pertama, Maha Terakhir, Maha Terang dan Maha Tersembunyi dan  Dia adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Maksud dari sifat Allah di atas yakni di antaranya :
Maha Pertama maksudnya yang terdahulu sekali wujudnya bila dibandingkan dengan segala yang maujud ini tanpa didahului oleh ketiadaan.
Maha Terakhir maksudnya kekal selama-lamanya setelah rusaknya segala yang maujud ini.
Maha Terang maksudnya bahwa dengan bekas-bekas ciptaanNya merupakan bukti yang terang yang menunjukkan tentang adanya Allah Ta’ala itu.
Maha Tersembunyi maksudnya bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang tidak dapat dicapai oleh pancaindera dan tidak dapat diliputi oleh akal fikiran.[3]
2.Baqa’
Sifat Baqa` menolak adanya kesudahan dan kebinasaan Wujud Allah SWT, mustahil bagi Allah bersifat Fana` atau binasa. Dengan kata lain, bahwa Allah tidak pernah dihinggapi oleh kerusakan atau kebinasaan, sebab Allah Ta’ala itu memang wajibul wujud yakni wajib adaNya.
Sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam S. Rahman ayat 26-27 yang artinya :
            segala yang ada di bumi itu akan musnah.
Dan Dzat Tuhamnu akan tetap kekal selama-lamanya, yaitu Tuhan yang Maha agung dan Mulia..”
3.Mukhallafatul lilhawaditsi
Sifat yang menolak adanya persamaan Zat, Sifat dan Perbuatan Allah dengan Zat, sifat dan perbuatan baru, dengan makna lain bahwa Allah tidak seperti makhluknya. Dengan kata lain, Dia tidak menyamai segala yang menyerupai mahlukNya itu dan tidak sesuatu mahlukpun yang menyamai Dia.
Oleh sebab itu apa saja yang terlintas dalam fikiran dan kenanganmu, maka Allah SWT, pasti berbeda dengan itu.


Sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam S. Syura ayat 11 yang artinya :
            tidak ada sesuatupun yang serupa denganNya dan Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
4. Qiyamuhu binafsihi
Sifat ini menolak adanya Allah berdiri dengan yang lainnya. Dengan makna lain bahwa Allah itu Maha Berdiri sendiri dan atas kekuasaanNya pulalah tegaklah langit dan bumi ini.
Sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam S. Baqarah ayat 255 atau yang biasa kita kenal dengan ayat kursi, yang artinya :
            “Allah,tiada Tuhan selain dari Dia yang Maha Hidup serta Berdiri sendiri (ada dengan sendiriNya dan tidak membutuhkan sesuatupun dari mahlukNya.”
            Tidak dihinggapi oleh rasa kantuk atau tertidur.
            bagiNya segala yang ada di langit dan yang ada di bumi, Siapakah yang dapat menolong (memberi syafa’at) di sisi Allah selain dengan izinNya?
             Allah maha Mengetahui apa yang ada di hadapan mereka serta apa yang dikehendaki olehNya.
            Kursi Tuhan itu meluas meliputi seluruh langit dan bumi.
            Tuhan tidak merasa berat memelihara keduanya itu, Dia adalah Maha Tinggi lagi Maha Agung.”
Mari kita selidiki baik-baik isi ayat di atas. Ayat itu mengikrarkan sejelas-jelasnya bahwa :
1.      Allah SWT adalah Maha Esa dalam kedudukanNya sebagai Tuhan yang oleh karenaNya, maka tidak boleh sama sekali adanya sesuatu yang disembah atau dipuja selain daripadaNya, karena Dia adalah Maha Hidup yang secara sempurna sekali sifat kehidupanNya, juga yang Maha berdiri sendiri dan atas kekuasaanNya pulalah tegaknya langit dan bumi ini.
2.      Allah SWT adalah Maha Suci dari perserupaan dengan yang selainNya dari golongan mahlukNya, yang bersifat hidup dan terutama pula yang tidak bersifat hidup. Oleh sebab itu Allah tidak akan dihinggapi kantuk, tidur ataupun terlalai, yang merupakan pendahuluan dari kantuk.
3.      Segala yang maujud di dalam alam semesta ini, baik yang berupa langit, bumi ataupun yang ada di dalam kandungan keduanya itu. Semua adalah menjadi milikNya dan berada di bawah kekuasaanNya dan bahwa segala sesuatu yabng ada di situ serta semua orang yang ada di dalamnya wajib tunduk padaNya. Selain itu mau tidak mau pasti tidak dapat keluar dari takdir yang telah ditentukan olehNya dan tidak dapat terlepas dari peraturan yang sudah menjadi ketentuan dan kepastianNya.
4.      Bahwa tidak seorangpun akan dapat memberikan pertolongan atau syafa’at di sisinya, melainkan dengan izin serta dikehendaki olehNya
5.      Ilmu pengetahuanNya adalah meliputi segala sesuatu yang ada, tampak atau tersembunyi, yang sudah lampau, yang sekarang atau yang akan terjadi
6.      Tidak seorangpun dapat mencapai sedikitpun dari ilmu yang dimiliki Allah Ta’ala itu melainkan menurut kadar yang telah dikehendaki olehNya pula.
7.      kursiNya adalah meluas di seluruh langit dan bumi.
8.      Bahwa Allah Ta’ala tidak keberatan atau merasa kesukaran memelihara, mengatur menertibkan serta mengamankan keadaan dalam langit dan bumi itu dan bahwa Allah Ta’ala adalah bersifat maha Luhur, Tinggi dan Agung.[4]
 5. Wahdaniyat
            Sifat ini menolak adanya yang lima :
a)      Dzat Allah tidak tersusun dari beberapa unsur ataupun anggota badan.
b)      Tidak ada satupun Dzat yang sama seperti DzatNya Allah.
c)      Sifat Allah tidak terdiri dari dua sifat yang sama, seperti adanya dua Qudrah.
d)     Tidak ada satupun sifat di dunia ini yang sama seperti sifat Allah SWT.
e)      Tidak ada satupun di dunia ini yang sama seperti perbuatan Allah SWT.
Dengan kata lain, andaikan di langit dan di bumi ada lagi Tuhan selain Allah Ta’ala yang ikut-ikut mengatur dan memikir-mikirkan keadaan dan keamanan serta kesejahteraannya, maka sudah tentu akan morat-maritlah keadaan susunannya, karena kedua Tuhan itu akan berebut dalam melaksanakan kebijaksanaannya sendiri-sendiri yang tentunya antara satu dengan yang lainnya akan bertentangan. Jikalau masing-masing sudah ingin melebihi dari yang lainnya, ingin mengatur sendiri, ingin berkuasa sendiri, ingin berkuasa sendiri dan ingin lebih unggul, maka tidak ada lain yang akan terjadi kecuali kehancuran dan kebinasaan.
            Sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam S. Mu’minun ayat 91 yang artinya :
            “Allah tidak mengambil (mempunyai) anak dan tiada pula Tuhan yang lain di sampingNya. (Andaikata Tuhan itu ada yang selain Allah), maka tentulah setiap Tuhan itu membawa mahluk yang diciptakanNya sendiri dan sebagian hendak mengalahkan yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sebutkan tadi.”



III. Sifat Ma’ani
Adapun yang termasuk dalam golongan sifat-sifat ma’ani yaitu :
1.Qudrat
Allah Ta’ala itu adalah Maha Kuasa, tidak lemah sedikitpun untuk melakukan sesuatu. Apa yang tampak di alam semesta ini. Tidak lain hanyalah sebagai penjelmaan  atau pengejawantahan dari sifat kuasa dan agungnya Allah Ta’ala juga.
Adapun kekuasaan Allah Ta’ala itu dapat berlaku dalam segala waktu yakni untuk mewujudkan semua yang mungkin atau melenyapkanNya.
Sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam S. Qaf ayat 38 yang artinya  :
            Sungguh kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam hari dan kami tidak merasakan kelelahan sedikitpun.”
2.Iradat[5]
Allah Subhanahu wa Ta’ala itu adalah Maha Berkehendak.Maksudnya Allah menentukan sesuatu yang mungkin dengan sebagian dari apa yang pantas berlaku untuknya. Jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala itu berhak untuk mengatur segala sesuatu yang maujud ini sesuai dengan apa yang dikehendakiNya, kemauanNya, keinginanNya atau yang cocok dengan kebijaksanaanNya.
Sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam S. Nahl ayat 40 yang artinya :
,,Bahwasannya  firman Kami pada sesuatu itu apabila Kami menghendaki adanya, Kami berfirman : ,, Adalah (Jadilah) !’’. maka benda itupun ada (jadi).”

3.Ilmun
Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu dan memang apa saja yang maujud sebagai makhlukNya ini diliput oleh pengetahuanNya, baik sesuatu yang lampau terjadi, yang sedang terjadi ataupun yang akan terjadi.
Allah Ta’ala tidak pernah dihinggapi oleh kelupaan dan bahkan mengetahuiNya itu tidak dibatasi dengan masa atau tempat.
Sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalm S. Mujadalah ayat 7 yang artinya
,,Tidaklah engkau perhatikan, bahwa Allah itu Maha Mengetahui apa yang ada dilangit dan yang ada dibumi ?Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia adalah keempatnya, dan tiada pula antara lima orang, melainkan Dia adalah keenamnya dan tida pula kurang atau lebih dari itu melainkan Dia bersama mereka dimana saja mereka berada.Kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka hari kiamat tentang apa yang telah mereka lakukan. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
4.Hayat
Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Hidup. Hidupnya Allah  Ta’ala adalah kehidupan yang amat sempurna sekali, bahkan tidak ada suatu kehidupan yang mendekati kesempurnaan daripada kehidupan yang dimiliki olehNya.
Kehidupan Allah Ta’ala itu tidak pernah dihinggapi oleh ketiadaan dan tidak pernah pula diterapi oleh kemusnahan dan kerusakan.
Sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam S. Furqan ayat 58 yang artinya
,,Dan bertakwalah kepada yang Maha Hidup yang tidak akan mati”
5.Sam’un
Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Mendengar. Jadi dapat mendengar segala sesuatu yang maujud ini,sampaipun feraknya seekor semut hitam yang berjalan diatas batu licin pada malam yang amat gelap gulita.
Pernah terjadi bahwa salah seorang isteri sahabat Rasulullah SAW, mengadukan hal suaminya kepada beliau Rasulullah SAW. Istri ini agaknya keras kepala sehingga terjadilah perdebatan antara wanita itu dengan beliau Rasulullah SAW. Kemudian turunlah ayat 1 dari S. Mujadalah yang artinya berbunyi :
Sungguh Allah telah mendengar pada wanita yang mengajukan perkara tentang hal suaminya itu padamu dan mengadukan itu kepada Allah. Allah mendengar tentang percakapanmu berdua. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
6.Basar
Sebagaimana halnya Allah Ta’ala itu dapat mendengar segala sesuatu yang maujud ini, maka Diapun dapat pula melihat semuanya dengan cara penglihatan yang mengandung pengertian seluas-luasnya, tetapi penglihatan Allah Ta’ala ini tidaklah dengan menggunakan mata, orang-orangan mata dan lain-lain sebagainya seperti cara melihatnya manusia atau lain-lain.
Sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam S. Ghafir ayat 19 yang artinya :
            Allah mengetahui penghianatan mata dan apa yang tersembunyi dalam hati.:
7.Kalam
Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Berfirman. Tetapi cara berfirman Allah tidak dengan dengan huruf ataupun suara. Sifat ini ditetapkan oleh Allah Ta’ala untuk Dirinya sendiri dan bahwa Dia telah berbicara kepada Musa, sebagai mana firmanNya :
,,Allah telah memfirmankan firmanNya kepada Musa”                  (S. A’raf 13)
Allah juga memberikan firmanNya kepada para NabiNya, sebagaimana tersebut
,,Dan tidak seorangpun yang diberi firman oleh Allah, melainkan berupa wahyu”.                                                                                                 (S. Syura 51)

Sifat kesempurnaan

Dua puluh sifat yang tertera di atas yang wajib bagi Allah terkandung di dalam dua sifat kesempurnaan. Sifat tersebut adalah:

1.       Istigna'

Kaya Allah daripada sekalian yang lain daripada-Nya yaitu tidak berkehendak ia kepada sesuatu. Maksudnya, Allah tidak menghendaki yang lain menjadikan-Nya dan tidak berkehendakkan tempat berdiri bagi zat-Nya. Contohnya, Allah tidak memerlukan dan tidak menghendaki malaikat untuk menciptakan Arasy.
Maka, Maha suci Tuhan daripada tujuan pada sekalian perbuatan dan hukum-hukumnya dan tidak wajib bagi-Nya membuat sesuatu atau meninggalkan sesuatu.
Sifatnya: wujud, qidam, baqa', mukhalafatuhu lilhawaditsi, qiyamuhu binafsihi, sama', basar, kalam, kaunuhu sami'an, kaunuhu basiran, kaunuhu mutakalliman.
2.       Iftiqar
Yang lain berkehendakkan sesuatu daripada Allah yaitu yang lain berkehendakkan daripada Allah untuk menjadikan dan menentukan mereka dengan perkara yang harus. Contohnya, manusia memohon kepada Allah melancarkan hidupnya.
Sifatnya: wahdaniat, qudrat, iradat, ilmnu, hayat, kaunuhu qadiran, kaunuhu muridan, kaunuhu hayyan.
b.      Makna Syahadat dan Pembagiannya
Syahadat berasal dari kata syahida – yasyhadu – syahadatan – syahidun, artinya menyaksikan. Pelakunya disebut syahid atau orang yang menyaksikan. Jadi, syahadat berarti penyaksian terhadap sesuatu. Menurut istilah syara’, syahadat artinya penyaksian kesadaran manusia, bahwa di alam raya ini tidak ada Tuhan melainkan Allah SWT. Kalimat penyaksian tersebut tersimpul dalam kalimat syahadat, yaitu la ilaha illallah. Apabila seseorang dengan kesadaran mengucapkan kalimat tersebut ditambah dengan kalimat syahadat kepada Rasul- Nya, yaitu Muhammad Rasulullah, maka orang tersebut telah memproklamasikan diri masuk Islam resmi dan sah. Sejak dari pengucapan kesaksian itu, seluruh amal perbuatannya dinilai oleh Allah sebagai seorang muslim atau mukmin. Sejak itu pula mulai berlaku syariat Islam pada dirinya dan wajib mempertahankan nilai-nilai Islam yang diajarkan oleh Allah, hingga detik-detik terakhir dalam hidupnya, tidak mau tunduk takluk dengan peraturan atau hukum selain hukum Allah, apapun resiko yang harus diterima untuk mempertahankan nilai-nilai yang terkandung dalam dua kalimat syahadat tersebut.
            Mempertahankan dua kalimat syahadat dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sebagai awal perbuatan dan dalam hidup dan kehidupan sehari-sehari sampai akhir hayatnya, itulah yang dikatakan seorang syahid, yakni seorang saksi yang membenarkan bahwa didunia ini tidak ada Tuhan yang harus berlaku kecuali Allah satu-satunNya. Seluruh aktifitas kehidupan, baik dalam diri maupun di luar dirinya, diusahakan sekuat tenaga yang dimiliki berlaku sesuai dengan nilai-nilai ilahiyyah yang telah disaksikannya dan telah diikrarkan dihadapan Allah SWT.
A.    Syahadat Tauhid
Syahadat tauhid itu shadat yang berisi tentang openyaksian terhadap Tuhan, syahadat ini memiliki beberapa pembagian didalam pemaknaannya, dari kata La ilaha IllAllah mengandung beberapa pengertian.
kalimat ini mencakup beberapa makna, yang keselruhannya sangat erat hubungannya dengan hidup dan kehidupan manusia. Diantara maknanya yakni (1) tidak ada pemilik selain allah, (2) tidak ada wali selain allah, (3) tidak ada yang berhak diibadahi selain allah (4) tidak ada pemberi rizki selain allah (5) tidak ada hakim selain allah(6) tidak ada hukum selain allah (7) tidak ada penguasa selain allah (8) tidak ada cinta selain allah (9) tidak ada tujuan selain allah. [6]
1.      Tidak ada pemilik selain allah ( La Malika IllAllah )
Alam raya dan semua isinya diciptakan oleh allah dan semua keperluan hidupnya dicukupi oleh allah, dengan sendirinya semua ini adalah milik Allah. Allah pemilik pemilik semesta raya dengan segala isinya yang ada di dalamnya, yang terdiri dari benda hidup dan mati. Dan semua itu termasuk didalamnya yakni manusia, jin, bahkan para malaikatNya, seluruhnya tanpa kecuali adalah milik allah. Mereka mengakui atau tidak mengakui sebagai milik allah, allah tetap memilikinya secara mutlak.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surat at-toha ayat 5:
            Bagi allah semua yang di langit dan apa saja yang dibumi, serta apa saja yang ada diantara langit dan di bumi.
2.      Tidak ada walli selain Allah ( La Walli IllaAllah )
Wali dalam al-Qur’an memiliki banyak arti dan maksudnya, antara lain pemimpin, pelindung, atau teman hidup. Karenanya, kalimat la wali illaAllah adalah tidak ada pemimpin yang harus ditaati kecuali allah. Tidak ada pelindung yang dapat melindungi kecuali allah. Tidak ada teman hidup yang sebenarnya kecuali Allah.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surat al-baqarah ayat 257 yang artinya :
      “Allah adalah wali dari orang-orang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju kepada cahaya. Dan orang-orang kafir, wali mereka adalah thaghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu penghuni neraka, dan mereka kekal di dalamnya.
3.      Tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah ( La ma’buda bi Haqqin IllaAllah )
Semua kandungan makna yang ada di dalam kandungan kalimat La Ilaha IllaAllah tersebut, apabila diringkas tersimpul dalam suatu pengertian La Ma’buda bi Haqqin IllaAllah. Tidak ada pengabdian dan penghambaan kecuali hanya kepada Allah. Hakikat diciptakan manusia adalah semata-mata untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT. Seluruh kehidupan manusia adalah dalam rangka menghambakan diri kepadaNya. Tidak ada hidup dan kehidupan ini kecuali hanya pengabdian diri kepada Allah. Oleh karena itu, barang siapa dihidupkan oleh Allah di dunia ini tanpa mengabdikan diri kepadaNya, berarti tidak ada hidup baginya. Tidak ada hidup berarti kematian. Dia mati sebelum mati. Tetapi apabila hidupnya adalah untuk mengabdi kepada Allah, maka seluruh aktifitasnya di dunia ini hidup sepanjang masa tanpa ada batas kematian. Walaupun jasadnya masuk ke liang kubur dan telah menjadi tanah, namun ia pada hakikatnya hidup terus selama-lamanya.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 169-172 yang artinya :
            “dan janganlah engkau menyangka bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, tidak! Bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb mereka, dan diberi rizqi. Mereka berbahagia dengan apa-apa yang telah Allah beri dari karuniaNya dan mereka juga bergembira dengan-dengan orang-orang yang di belakang mereka yang belum pernah bertemu, mereka tidak ada rasa takut dan juga tidak berduka cita. Mereka juga bersuka ria dengan ni’mat dri Allah dan karuniaNya karena Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang mukmin. Mereka biasa memperkenankan seruan Allah dan RasulNya setelah mereka mendapatkan luka besar, bagi yang telah berbuat di antara mereka dan bertakwa, adalah pahala yang besar.”      
4.      Tidak ada pemberi rizqi selain Allah ( La Raziqa IllaAllah )
Sebagai pencipta tunggal alam semesta raya, Dia mencukupi keperluan hidup kehidupan mereka. Dialah satu-satunya yang memberikan rizqi kepada mereka. Yang mu’min, yang kafir ataupun yang ta’at, yang memohon kepadaNya ataupun yang sombong,[7] semua dicukupi menurut kadar yang Dia berhak dalam menetukan banyak atau sedikitnya rezeki yang harus diberikan kepada hamba-hambaNya. Dia sendirilah yang berhak menentukan itu, tidak ada aparat lain yang ikut campur tangan, lebih-lebih mendekte.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surat al-Isra’ ayat 30-31 yang artinya :
            Sesungguhnya Rabbmu melapangkan dan menyempitka rezeki bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Waspada dan Melihat hamba-hambaNya. Janganlah kamu membunuh anak-anakmu, karena takut kelaparan, kamilah yang menanggung rezeki kamu sekalian, sesungguhnya membunuh mereka itu adalah dosa yang besar.”
5.      Tidak ada hakim selain Allah ( La Hakima IllaAllah )
Hakim satu-satunya yang akan mengadili dan menghukum manusia hanyalah Allah SWT. Tidak ada hakim selain Dia. Hakim Allah inilah yang paling adil di antara hakim-hakim lainnya.
Sebagaiman dalam firman Allah Ta’ala dalam surat at-Tin ayat 8 yang artinya :
            Bukanlah Allah itu hakim yang paling adil di antara hakim-hakim lainnya?”

6.      Tidak ada hukum selain Allah ( La Hukma IllaAllah )
Hukum Allah Ta’ala yang telah berjalan sejak lama sampai saat ini yakni ada tiga macam, yaitu :
a.       Hukum Akal
Yakni suatu keputusan yang diambil berdasarkan akal sehat terhadap suatu perkara. Hasil keputusan berdasarkan akal ini ada tiga keputusan yaitu : wajib, jaiz, dan mustahil.
b.      Hukum Adat
Yakni suatu keputusan atau ketentuan apapun terhadap sesuatu berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi, atau berdasarkan adat kebiasaan. Keputusan yang diambil berdasarkan adat ini juga ada tiga macam yaitu : wajib, jaiz, dan mustahil.
c.       Hukum Syara’
Yakni hukum yang berlaku atas dasar syara’ atau syari’at Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-sunnah yanbg shahih, yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. Hukum syara’ menurut ahli fiqih ada lima macam, yaitu : wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah.
Sebagaiman dalm firman Allah Ta’ala surat al-Maidah ayat 44 yang artinya :
“Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.”   
7.      Tidak ada penguasa selain allah ( La Mulka IllaAllah )
Allah pemilik alam semesta raya dan sekaligus yang menguasainya, tidak ada penguasa selain dia, tidak sebutir atompun yang lepas dari kekuasaanNya, semuanya dalam genggaman kodratNya. kekuasaanNya benar-benar mutlak, absolut tidak ada satupun yang turut campur dalam kekuasaanNya. Malaikat, manusia, jin, binatang-binatang dan apa saja yang melata di alam semesta ini berada dalam kekuasaanNya, dalam arti, mereka tidak berdaya apa-apa kecuali setelah diberikan kekuasaan dan kekuatanNya, menurut kadar tertentu.
Sebagaiman dalam firman Allah Ta’ala dalam surat ali Imran ayat 26-27 yang artinya :
“Ya Allah yang memiliki sekalian kekuasaan. Engkau berikan kekuasaan kepada siapapun yang Engkau kehendaki, dan engkau ambil kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki, Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tanganMulah segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam kepada siang, Engkau masukkan siang kepada malam, Engkau keluarkan yang hiduop dari yang mati, Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup, dan Engkau memberikan rizqi kepada siapa saja yang Engka kehendaki tak terhinggakan.”  
8.      Tidak ada cinta selain Allah ( La Hubba IllaAllah )
Hanya orang-orang berimanlah yang memahami arti La Hubba IllaAllah, tidak ada cinta, kecuali benar-benar mencintai Allah. Sebab, ia sadar dan mengerti bahwa hidup dan kehidupan serta cinta itu sendiri adalah pemberian Allah dan ciptaanNya. Perasaan cinta yang amat indah itu adalah pemberian dan karunia Allah yang amat besar kepada mahlukNya terutama mahluk yang bernama manusia.
Karenanya layak dan seyogyanya perasaan cinta itu dialamatkan kepada Allah saja, Sebagaimana dalam firmanNya dalam surat al-Baqarah ayat 165 yang artinya
“Dan sebagian dari manusia ada yang menjadikan tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintai tandingan itu sebagaimana mencintai Allah. Tetapi orang-orang beriman lebih mencintai Allah. Alangkah besar penyesalan mereka jika mereka yang dzalim itu melihat azab, bahwasannya kekuatan itu semuanya milik  Allah dan sesungguhnya siksa Allah sangat pedih.” 
9.      Tidak ada tujuan selain Allah ( La Ghayata IllaAllah )
Manusia diciptakan oleh Allah adalah memiliki tujuan tertentu. Tujuan itu adalah mengabdikan siri sepenuhnya kepada Allah dengan mengharap ridhaNya. Tujuan hidup tidak lain kecuali mencari ridha Allah sebagai pencipta. Tujuan hidup ini dapat dicapai dengan jalan mengabdikan diri kepadaNya selama hidup ini, tanpa ada satu saatpun yang terluang selain karena mencari keridhaanNya.
Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala dalam surat adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya :
            “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaKu.”    
B.     Syahadat Rasul
Selanjutnya, jumhurul ulma’ juga berusaha semaksimal mungkin mengubah seluruh struktur kehidupan yang belum berjalan di atas dua jalan rel Allah yaitu kalimat syahadat. Usaha memperbaiki dan mengembalikan struktur kehidupan, yang tidak sesuai dengan konsepsi la ilaha illallah Muhammadar Rasulullah agar kembali kepada kalimat tersebut, dikatakan mengesakan Allah atau mentauhidkan Allah.  
Macam-macam pembagian syahadat Rasul, yakni di antaranya :
1.      SYAHADAT ADAM
Rosul yang pertama adalah Adam.

Bunyi syahadatnya adalah
ASYHADU  ALLAA  ILAAHA  ILLALLAH  WA  ASYHADU  ANNA  ADAM KHALIFATULLAH
Perintah tuhan: hai adam kamu adalah utusanKu. Kamu jangan mempunyai keinginan ma’rifat kepadaKu.
WALLAAHU  BATIINUL  INSAN.  AL INSAANU  DHOHIRULLAH.
Artinya: ketahuilah wujud kamu. Kenallah diri kamu. Wujud kamu adalah keadaan wujud Aku. Hai! Adam setelah kamu memahami dan mengerti wujud kamu adalah wujud Aku. Sekarang kamu harus sholat dua raka’at. Maka sholatlah adalah agar kamu menerima kebaikan.
2.      SYAHADAT NUH
Rasul yang kedua adalah nabi Nuh.
Bunyi syahadatnya adalah
ASYHADU  ALLAA  ILAAHA  ILLALLAH  WA  ASYHADU  ANNA  NUH HABIBBULLAH.
Perintah tuhan: Hai Nuh kamu adalah utusan kami. Kamu jangan berkeinginan ma’rifat kepada kami.
Dalilnya SAMA-SAMI’AN. Kenallah pendengaran  kamu. Pendengaran kamu adalah kenyataan pendengaran Kami. Tapi sekarang kamu Nuh harus sholat di waktu dzuhur empat raka’at dan kamu harus menerima di berikan dua kuping, dua mata. Begitulah sebabnya sholat dzuhur empat raka’at.
3.      SYAHADAT IBRAHIM
Rasul yang ketiga adalah nabi Ismail.

Bunyi syahadatnya adalah
ASYHADU  ALLAA  ILAAHA  ILLALLAH   WA  ASYHADU  ANNA  IBRAHIM  KHALIFATTULLAH.
Perintah Tuhan: Hai Ibrahim. kamu adalah utusan Kami, kamu jangan berkeinginan ma’rifat kepada Kami.
Dalilnya (Bashar dan Bashiron) ketauhilah penglihatan kamu adalah kenyataan penglihatan Kami. Kamu harus sholat ashar empat raka’at dan kamu harus menerima diberikan dua mata, dua tangan. Begitulah sholat ashar wajib kepada umat-umatnya.
4.      SYAHADAT ISA
Rasul yang keempat adalah nabi Isa.
Bunyi syahadatnya adalah
ASYHADU  ALLAA  ILAAHA  ILLALLAH  WA  ASYHADU  ANNA  ISA ROOKHULLAH
Perintah Tuhan: Hai Isa. ketauhilah bahwa nafsu kamu adalah kenyataan hidup Aku. Dan kamu harus sholat tiga raka’at di waktu maghrib dan kamu harus mengerti bahwa kamu telah diberikan dua lubang hidup dan nafasnya.
5.      SYAHADAT MUSA
Rasul yang kelima adalah Nabi Musa.
Bunyi syahadatnya adalah
ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUSA KALAMULLAH.
Perintah Tuhan: Hai Musa. kamu adalah utusan Kami. Kamu jangan berkeinginan ma’rifat kepada Kami. Kenalilah ucapan kamu. Ucapan kamu adalah kenyataan ucapanKu.
Dalilnya KALAM MUTAKALIMAN tapi kamu sekarang harus sholat empat raka’at diwaktu Isya dan kamu harus menerima diberikan depan, belakang, kanan, kiri. Begitulah sebabnya  fardlu sholat isya empat raka’at.
6.      SYAHADAT MUHAMMAD
Rasul yang ke enam adalah Muhammad.
Dan syahadatnya sesuai dengan dua kalimat syahadat yang biasanya kita ucapkan dalam waktu sholat 5 waktu atau untuk syarat masuk agama Islam. Bacaannya yakni :
ASYHADU ALLA ILAHA ILALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADDAR  RASULULLAH
Perintah Tuhan : Hai Muhammad kamu adalah utusan Kami. Sekarang kamu harus tajalli. Kamu harus ma’rifat kepada Kami sebab kamu adalah yang paling dekat dengan Kami.
Dalilnya : AL INSANNU SIRRI WA ANNA SIRRUHU. Artinya : Muhammad! Rasa kamu adalah rasa Kami. Maka pangkat mu Rasullulah, rasa kamu-rasa kami. Sekarang, kamu adalah kekasih kami. Ini kami memberi cara untuk mendekatkan diri kepada kami. Turunlah kamu kepada anak cucu para wali Kami dan umat-umat mu sampai akhir zaman. Begitulah perjanjian kepada Rasul.
c.       Tauhid dan Pembagiannya
Tauhid adalah keesaan Allah, seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat diterimanya amal perbuatan di samping harus sesuai dengan tuntutan Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman: "Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)" (QS Az Zumar: 2-3).
            Mengesakan Allah (tauhid) dan menolak penyekutuan (syirik) terhadapNya merupakan doktrin terpenting yang mendominasi pemahaman-pemahaman dan ajaran-ajaran samawi. Tauhid dan syirik termasuk di antara masalah-masalah yang disepakati oleh seluruh kaum muslimin.
Allah SWT adalah satu-satunya ma’bud (yang ditujukan ibadah kepadaNya). Tidak ada ma’bud selainNya, dan sama sekali tidak dibolehkan adanya ibadah kepada sesuatu apapun selainNya. Pengertian seperti itu semuanya, dilandaskan olehAl-Quran As-sunnah, akal dan ijma’.
Pembagian Tauhid
Ruang lingkup tauhid akan dibagi menjadi tiga, yakni :
·         Tauhid Rububiyah
Yaitu mempercayai keesaan Al-khaliq (Sang pencipta saja) tidak cukup meliputi tauhid yang dibawa oleh para Nabi pada umumnya, untuk dimantapkan dan disebarluaskan dalam masyarakat-masyarakat manusia.
Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya tuhan yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al-Quran surat az zumar ayat 62 yang artinya :"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu". Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).“ (Ath-Thur: 35-36).
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosululloh mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah, “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).
·         Tauhid Uluhiyah
Yaitu dengan menghususkan Allah saja dalam hal ibadah, dan tidak menyekutukanNya dengan beribadah  kepada selainNya. Sebab orang-orang musyrikin dari kalangan Arab, walaupun mengesakan Tuhan, Sang pencipta alam semesta, dan mempercayai bahwa Allah hanyalah tunggal, tidak lebih dari satu, namun Al-Quran tetap menganggap mereka itu musyrikin, seperti dalam firman allah:
Dan sebagain besar dari mereka tidak beriman kepada allah, melainkan bersamaan dengan itu mempersekutukan allah dengan sembahan-sembahan lain.”
Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (Al Imran: 18). Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti shalat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para Rasul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.
·         Asma wa Sifat
Tauhid Al Asma Was Shifat adalah mengesakan Allah SWT, dengan menetapkan nama yang telah Allah SWT, tetapkan bagi diri-Nya atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya SAW. Menetapkan sifat yang telah Ia tetapkan untuk diri-Nya, atau yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya, tanpa mentakyif (mereka-reka atau menanyakan bagaimana), menyerupakan, memalingkan (baik lafadz maupun makna) dan tidak pula menta’thil (menolak, meniadakan).
Tauhid Al asma wash shifat merupakan penetapan bahwasanya Allah Maha Mengetahui dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Dialah Dzat Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengurus makhluk-makhlukNya, Yang Tidak Mengantuk dan Tidak Tidur. Bagi-Nya lah kehendak yang berlaku serta hikmah yang jelas.
Dan Allah ta’ala adalah Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, Maha Berbelas Kasih dan Maha Penyayang. Allah Yang ber-istiwa di atas arsy-Nya, Maha Sempurna Kekuasaan-Nya. Dialah Yang Maha Menguasai, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dalam perkara ini Allah berfirman dalam S. Syura ayat 11 yang artinya :
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Ayat yang Mengumpulkan Ketiga Tauhid
Termasuk ayat-ayat yang mengumpulkan pembagian tauhid yang tiga adalah firman Allah Ta’ala dalam S. Maryam ayat 65 yang artinya :
“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kalian mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?”
Asy-Syaikh Al-‘Allamah Abdurrohman bin Sa’di rahimahullah (berkata) ketika menerangkan bentuk pendalilan dari ayat di atas: “Ayat ini mengandung prinsip yang agung yaitu: tauhidur- rububiyah, dan Allah ta’ala adalah Rabb, Pencipta, Pemberi rezeki, serta Pengatur segala sesuatu, dan tauhid al-uluhiyah wal ibadah. Allah ta’ala adalah Sesembahan yang Berhak untuk Diibadahi. Dan sungguh Rububiyah Allah mewajibkan adanya per-ibadahan serta pentauhidan-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat tersebut terdapat fa’ dalam firmannya:
fa’buduuh. Ini menunjukkan kepada suatu sebab, yang maksudnya: karena Allah adalah Rabb bagi segala sesuatu maka Allah pulalah Dzat yang pantas disembah. Maka sembahlah Allah.
Termasuk kandungan ayat tersebut adalah: berteguh hati di dalam beribadah kepada Allah ta’ala dan ini merupakan suatu upaya yang kokoh, serta selalu melatih dan menjaga jiwa agar selalu ber-ibadah kepada Allah Ta’ala. Maka termasuk ke dalam hal ini suatu jenis kesabaran yang paling tinggi. Yaitu sabar di dalam perkara-perkara yang wajib dan mustahab, serta sabar dari perkara-perkara yang haram dan makruh, bahkan masuk ke-dalamnya sabar dalam menghadapi berbagai cobaan. Karena sabar terhadap berbagai cobaan tanpa adanya rasa murka, dan selalu ridho darinya kepada Allah merupakan bentuk ibadah yang terbesar yang masuk ke dalam firman Allah:
فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ
“berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya”
Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah ta’ala memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna, sifat yang penuh dengan keagungan, serta kekuasaan yang mulia. Dalam permasalahan ini tidak ada bagi-Nya sesuatu yang serupa, sepadan, yang menyamai. Bahkan Allah ta’ala telah menyendiri dengan kesempurnaan yang mutlak dari berbagai sudut dan sisi” .
Demikianlah penjelasan tentang tauhid yang tiga, sebagian ulama menambahkan tauhid yang keempat yaitu:
Tauhid Al Mutaba’ah (Tauhid Pengikutan)
Maknanya kita hanya mengikuti Rasulullah SAW dalam ittiba’ (pengikutan), tidaklah kita mengikuti orang selain Rasulullah SAW dengan pengikutan yang jujur.

Sesuai dengan firman Allah Ta’ala S. Hasyr ayat 7 yang artinya :
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.”
d.      Alam dan Proses Penciptaannya
”Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya {27} Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya {28} dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang {29} Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya {30} Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya {31} Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh {32} (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu {33}”
(Q.S. An-Nazi’at: 27-33)
Pembentukan alam semesta dalam enam masa, sebagaimana disebutkan Al-Qur’an atau kitab lainnya, sering menimbulkan permasalahan. Sebab, enam masa tersebut ditafsirkan berbeda-beda, mulai dari enam hari, enam periode, hingga enam tahapan. Oleh karena itu, pembahasan berikut mencoba menjelaskan maksud enam masa tersebut dari sudut pandang keilmuan, dengan mengacu pada beberapa ayat Al-Qur’an.
Dari sejumlah ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan enam masa, Surat An-Nazi’at ayat 27-33 di atas tampaknya dapat menjelaskan tahapan enam masa secara kronologis. Urutan masa tersebut sesuai dengan urutan ayatnya, sehingga kira-kira dapat diuraikan sebagai berikut:
  • Masa I (ayat 27): penciptaan langit pertama kali
Pada Masa I, alam semesta pertama kali terbentuk dari ledakan besar yang disebut ”big bang”, kira-kira 13.7 milyar tahun lalu. Bukti dari teori ini ialah gelombang mikrokosmik di angkasa dan juga dari meteorit.
Awan debu (dukhan) yang terbentuk dari ledakan, terdiri dari hidrogen. Hidrogen adalah unsur pertama yang terbentuk ketika dukhan berkondensasi sambil berputar dan memadat. Ketika temperatur dukhan mencapai 20 juta derajat celcius, terbentuklah helium dari reaksi inti sebagian atom hidrogen. Sebagian hidrogen yang lain berubah menjadi energi berupa pancaran sinar infra-red. Perubahan wujud hidrogen ini mengikuti persamaan E=mc2, besarnya energi yang dipancarkan sebanding dengan massa atom hidrogen yang berubah.
Selanjutnya, angin bintang menyembur dari kedua kutub dukhan, menyebar dan menghilangkan debu yang mengelilinginya. Sehingga, dukhan yang tersisa berupa piringan, yang kemudian membentuk galaksi. Bintang-bintang dan gas terbentuk dan mengisi bagian dalam galaksi, menghasilkan struktur filamen (lembaran) dan void (rongga). Jadi, alam semesta yang kita kenal sekarang bagaikan kapas, terdapat bagian yang kosong dan bagian yang terisi
·         Masa II (ayat 28): pengembangan dan penyempurnaan
Dalam ayat 28 di atas terdapat kata ”meninggikan bangunan” dan ”menyempurnakan”. Kata ”meninggikan bangunan” dianalogikan dengan alam semesta yang mengembang, sehingga galaksi-galaksi saling menjauh dan langit terlihat makin tinggi. Ibaratnya sebuah roti kismis yang semakin mengembang, dimana kismis tersebut dianggap sebagai galaksi. Jika roti tersebut mengembang maka kismis tersebut pun akan semakin menjauh.
Mengembangnya alam semesta sebenarnya adalah kelanjutan big bang. Jadi, pada dasarnya big bang bukanlah ledakan dalam ruang, melainkan proses pengembangan alam semesta. Dengan menggunakan perhitungan efek doppler sederhana, dapat diperkirakan berapa lama alam ini telah mengembang, yaitu sekitar 13.7 miliar tahun.
Sedangkan kata ”menyempurnakan”, menunjukkan bahwa alam ini tidak serta merta terbentuk, melainkan dalam proses yang terus berlangsung. Misalnya kelahiran dan kematian bintang yang terus terjadi. Alam semesta ini dapat terus mengembang, atau kemungkinan lainnya akan mengerut.
·         Masa III (ayat 29): pembentukan tata surya termasuk Bumi
Surat An-Nazi’ayat 29 menyebutkan bahwa Allah menjadikan malam yang gelap gulita dan siang yang terang benderang. Ayat tersebut dapat ditafsirkan sebagai penciptaan matahari sebagai sumber cahaya dan Bumi yang berotasi, sehingga terjadi siang dan malam. Pembentukan tata surya diperkirakan seperti pembentukan bintang yang relatif kecil, kira-kira sebesar orbit Neptunus. Prosesnya sama seperti pembentukan galaksi seperti di atas, hanya ukurannya lebih kecil.
Seperti halnya matahari, sumber panas dan semua unsur yang ada di Bumi berasal dari reaksi nuklir dalam inti besinya. Lain halnya dengan Bulan. Bulan tidak mempunyai inti besi. Unsur kimianya pun mirip dengan kerak bumi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, disimpulkan bahwa Bulan adalah bagian Bumi yang terlontar ketika Bumi masih lunak. Lontaran ini terjadi karena Bumi bertumbukan dengan suatu benda angkasa yang berukuran sangat besar (sekitar 1/3 ukuran Bumi). Jadi, unsur-unsur di Bulan berasal dari Bumi, bukan akibat reaksi nuklir pada Bulan itu sendiri.
  • Masa IV (ayat 30): awal mula daratan di Bumi
Penghamparan yang disebutkan dalam ayat 30, dapat diartikan sebagai pembentukan superkontinen Pangaea di permukaan Bumi.
Masa III hingga Masa IV ini juga bersesuaian dengan Surat Fushshilat ayat 9 yang artinya, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya?’ (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”.
·         Masa V (ayat 31): pengiriman air ke Bumi melalui komet
Dari ayat 31 di atas, dapat diartikan bahwa di Bumi belum terdapat air ketika mula-mula terbentuk. Jadi, ayat ini menunjukan evolusi Bumi dari tidak ada air menjadi ada air.
Jadi, darimana datangnya air? Air diperkirakan berasal dari komet yang menumbuk Bumi ketika atmosfer Bumi masih sangat tipis. Unsur hidrogen yang dibawa komet kemudian bereaksi dengan unsur-unsur di Bumi dan membentuk uap air. Uap air ini kemudian turun sebagai hujan yang pertama. Bukti bahwa air berasal dari komet, adalah rasio Deuterium dan Hidrogen pada air laut, yang sama dengan rasio pada komet. Deuterium adalah unsur Hidrogen yang massanya lebih berat daripada Hidrogen pada umumnya.
Karena semua kehidupan berasal dari air, maka setelah air terbentuk, kehidupan pertama berupa tumbuhan bersel satu pun mulai muncul di dalam air.
  • Masa VI (ayat 32-33): proses geologis serta lahirnya hewan dan manusia
Dalam ayat 32 di atas, disebutkan ”…gunung-gunung dipancangkan dengan teguh.” Artinya, gunung-gunung terbentuk setelah penciptaan daratan, pembentukan air dan munculnya tumbuhan pertama. Gunung-gunung terbentuk dari interaksi antar lempeng ketika superkontinen Pangaea mulai terpecah. Proses detail terbentuknya gunung dapat dilihat pada artikel sebelumnya yang ditulis oleh Dr.Eng. Ir. Teuku Abdullah Sanny, M.Sc tentang fungsi gunung sebagai pasak bumi.
Kemudian, setelah gunung mulai terbentuk, terciptalah hewan dan akhirnya manusia sebagaimana disebutkan dalam ayat 33 di atas. Jadi, usia manusia relatif masih sangat muda dalam skala waktu geologi.
Jika diurutkan dari Masa III hingga Masa VI, maka empat masa tersebut dapat dikorelasikan dengan empat masa dalam Surat Fushshilat ayat 10 yang berbunyi, ”Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya”.

Demikianlah penafsiran enam masa penciptaan alam dalam Al-Qur’an, sejak kemunculan alam semesta hingga terciptanya manusia. Wallahu a’lam bisshowab.


BAB III
KESIMPULAN
·         Akidah Islam yakni suatu keyakinan yang di dalamnya berisi suatu hal-hal mengenai pandangan Islam secara kuat dan sulit untuk dipatahkan.
·         Keimanan itu merupakan akidah dan pokok, yang di atasnya berdiri syari’at Islam. Kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya.
·         Perbuatan itu merupakan syari’at dan cabang-cabang yang dianggap sebagai buah yang keluar dari keimanan serta akidah itu. Adapun pokok dan cabang dari akidah di antaranya :
a.       Zat Allah dan Sifat-sifat
b.      Makna syahadat dan pembagiannya
c.       Tauhid dan pembagiannya
d.      Alam dan proses penciptanya
e.       Al-Qur’an dan kitab-kitabNya
f.       Malaikat, roh, dan jin
g.      Eskatalogi dan bentuk-bentuknya
·         Didalam mempelajari sifat dua puluh yang wajib bagi Allah, kita menghadapi beberapa istilah yang tertulis di sebagian kitab-kitab Tauhid, istilah-istilah ini adalah kategori sifat-sifat dua puluh yang telah  dijelaskan oleh para ulama, dari dua puluh sifat Allah yang wajib, sesuai dengan tabel di atas dapat  digolongkan menjadi  empat kategori, yakni (1) Sifat Nafsiyyah, ( 2 ) Sifat Salbiyyah ( 3 ) Sifat Ma`ani ( 4 ) Sifat Maknawiyyah.
·         Syahadat mengandung arti penyaksian. Syahadat yang biasanya kita kenal yakni berbunyi : ASYHADU ALLA ILAHA ILALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADDAR  RASULULLAH. Tetapi sebenarnya untuk A. syahadat sendiri itu ada beberapa pembagian, yakni :

A.    Syahadat tauhid
1.      Tidak ada pemilik selain allah ( La Malika IllAllah )
2.      Tidak ada walli selain Allah ( La Walli IllaAllah )
3.      Tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah ( La ma’buda bi Haqqin    IllaAllah )
4.      Tidak ada pemberi rizqi selain Allah ( La Raziqa IllaAllah )
5.      Tidak ada hakim selain Allah (La Hakima IllaAllah)
6.      Tidak ada hukum selain Allah (La Hukma IllaAllah)
7.      Tidak ada penguasa selain allah ( La Mulka IllaAllah )
8.      Tidak ada cinta selain Allah ( La Hubba IllaAllah )
9.      Tidak ada tujuan selain Allah (La Ghayata IllaAllah)
B.     Syahadat Rasul
1.      Syahadat Adam
2.      Syahadat Nuh
3.      Syahadat Ibrahim
4.      Syahadat Isa
5.      Syahadat Musa
6.      Syahadat Muhammad
·         Tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat diterimanya amal perbuatan di samping harus sesuai dengan tuntutan Rasulullah SAW.
·         Ruang lingkup tauhid akan dibagi menjadi tiga, yakni :
a.       Tauhid Rububiyah
b.      Tauhid Uluhiyah
c.       Asma wa sifat

·         Di dalam proses penciptaan alam ini, beberapa cendekiawan membagi ke dalam enam fase, di antaranya :
a.       Masa I penciptaan langit pertama kali
b.      Masa II pengembangan dan penyempurnaan
c.       Masa III pembentukan tata surya termasuk Bumi
d.      Masa IV awal mula daratan di Bumi
e.       Masa V pengiriman air ke Bumi melalui komet
f.       Masa VI proses geologis serta lahirnya hewan dan manusia
















DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr.T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy.1990.Sejarah dan pengantar ilmu tauhid /        kalam.Jakarta:Bulan Bintang
Abdur Rahman Madjrie.1989.Meluruskan Tauhid (kembali ke akidah salaf).Bandung: Prima Press Bandung
Syekh Muhammad Abduh.1989.Risalah Tauhid.Jakarta:Bulan Bintang
Syaikh Ja’far Subhani.1992.Tauhid dan Syirik.Bandung:Mizan
Sayid Sabiq.1999.Aqidah Islam.Bandung:Diponegoro Bandung
Fakhry  Majid. 1986.  Sejarah Filsafat Islam, Terj. Jakarta: Pustaka Jaya
Hanafi, Ahmad, Teologi Islam (Ilmu Kalam), 1974. Jakarta: Bulan Bintang
Nasution, harun, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,  1986.  Jakarta: ui-press













[1] Sayid Sabiq,Aqidah Islam, (Bandung:IKAPI.1993) hlm. 15
[2]  Salbiah yaitu yang menarik atau meniadakan dari Allah Ta’ala akan sifat-sifat yang tidak sesuai, tidak layak dan tidak cocok dengan kesempurnaan DzatNya.
[3] Sayid Sabiq,Aqidah Islam, (Bandung:IKAPI.1993) hlm. 82
[4] Sayid Sabiq,Aqidah Islam, (Bandung:IKAPI.1993) hlm. 91-92
[5]  Arti berkehendak di sini bukannya kecondongan atau keinginan, tetapi mempunyai arti tersendiri dan khusus
[6] Abdur Rahman Madjri. Meluruskan tauhid, (Bandung:prima press bandung,1989). hal.118-120
[7] Sombong di sini diartikan sebagai orang yang tidak pernah meminta kepada Allah SWT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar